Patung bayi raksasa dengan kaki bersilang sulit untuk dilewatkan jika Anda melakukan perjalanan di jalan utama Sakah di Sukawati karena kepalanya yang lebar menjulang tinggi di atas kepala Anda. Merupakan lokasi catus pata alias pusat suatu daerah yang dianggap sakral, ini merupakan tugu simbolis yang dibangun 30 tahun yang lalu. Namun ketika dibangun tidak ada seorang pun yang mau berbagi cerita latarnya.

Tak ayal, cerita dan dongeng yang berkaitan dengan patung seringkali mengerikan dan menakutkan. Beberapa telah mendengar ratapan di malam bulan purnama dari patung itu. Beberapa mengklaim telah melihat air mata mengalir dan beberapa di atasnya dengan mengklaim kepalanya bergeser dan bayi itu mengintip ke arah mereka. Persimpangan tempat patung itu bertengger juga tidak diketahui oleh tragedi kendaraan. Tak butuh waktu lama bagi warga sekitar untuk mencapnya sebagai kutukan.

Tidak ada yang berani membicarakan asal usul patung tersebut sejak tahun 1989 saat dibangun, hingga saat ini. Jero Mangku Bagus Balik, salah satu pendiri, baru-baru ini berbagi cerita dan menghilangkan rasa penasaran akan pulau itu.

Yang mengejutkan kebanyakan orang, cerita latar belakangnya adalah narasi filosofis; simbolisme spiritual daripada kepemilikan publik yang naas. Ada himbauan untuk mendirikan tugu yang menandai suka dan duka Gianyar. Namun karena alasan yang tidak terduga mereka tidak dapat memahat Sosok Wayang sehingga mereka menyepakati patung Sang Hyang Brahma Lelare.

Siwa yang direpresentasikan dalam bentuk Bayi dikenal sebagai Brahma Lelare yang pada dasarnya menandakan kelahiran manusia atau awal yang baru. Patung yang terletak di persimpangan yang membelah tiga jalan utama Sakah tersebut, diyakini sebagai tempat pertemuan antara keajaiban Siwa dan Buddha suci (Sang Hyang Widhi). 'Blah Tanah Sake Ah' artinya di tengah-tengah pembagian (blah tanah) ada suatu pandangan (sake) tanpa batas antara yang tinggi dan yang rendah (ah). Di sinilah dua sumbu bertemu.

Merujuk pada kejadian-kejadian aneh yang terjadi di sekitar arca, Jero Mangku Bagus Balik mengatakan bahwa hal tersebut hanya mengingatkan masyarakat bahwa arca mati pun dapat menyandang kekuatan sekala dan niskala (yang terlihat dan yang tidak terlihat).

Orang-orang mengunjungi patung itu untuk berdoa, terutama yang tidak punya anak meminta keturunan dan Anda akan melihat bahkan orang-orang percaya non-hindu berdoa untuk seorang anak di sana.

Entah itu tanah suci atau kutukan jahat, kejadian di sekitar patung bayi raksasa Bali tetap menjadi salah satu mitos paling terkenal di pulau itu.