Bali, kerap dijuluki Pulau Dewata, telah menjadi destinasi internasional berkat kekayaan budayanya, lanskap memukau, dan keramahan penduduknya. Selama bertahun-tahun, Bali menarik minat banyak pengusaha lokal maupun mancanegara yang ingin terjun ke sektor pariwisata yang kian berkembang. Namun, popularitas ini juga memunculkan semakin banyak villa milik asing yang beroperasi secara ilegal, merugikan pengusaha lokal, mengurangi pendapatan ekonomi pulau, serta mengancam kelestarian budaya Bali.

Bagaimana Villa Ilegal Mengganggu Pengusaha Lokal

Konsep investasi villa di Bali atau bali villa investment makin marak karena wisatawan global mencari akomodasi unik dan privat. Ketika dikelola dengan izin yang lengkap, sebuah villa di Bali dapat menguntungkan dan mendukung perekonomian pulau. Namun, sebagian investor asing mengabaikan peraturan penting, hanya membayar biaya minim melalui platform Online Single Submission (OSS), sekaligus menghindari izin dan pajak daerah. Mereka sering mendirikan villa tanpa pendaftaran di area wisata populer — seperti Canggu Kuta Utara, Uluwatu Kuta Selatan, atau Ubud di Gianyar — dengan mudah menyatu di antara bisnis resmi namun luput dari aturan krusial.

Jurnalis lokal, Marsellus Nabunome Pampur, banyak mengangkat isu ini, menegaskan bahwa banyak villa terlihat legal sekilas, tetapi sebenarnya tidak memenuhi persyaratan pemerintah atau standar lingkungan. Situasi ini memberi mereka keunggulan tidak sah jika dibandingkan dengan properti yang terdaftar resmi.

Menurut Ketua Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA), I Kadek Adnyana, “Mereka (warga negara asing) meraup keuntungan di Bali tanpa persaingan sehat.” Biasanya, villa resmi membayar biaya yang menjadi sumber pendanaan layanan publik dan infrastruktur pariwisata. Pengelola ilegal menghindari tanggung jawab ini, sehingga bisa menawarkan tarif jauh lebih rendah, merugikan pengusaha lokal yang taat aturan serta membayar pajak.

Selain itu, keberadaan penginapan ilegal ini dapat menyesatkan data resmi. Walaupun statistik resmi mencatat okupansi tinggi, banyak wisatawan sebenarnya menginap di villa tak terdaftar. Pemerintah daerah pun kehilangan penerimaan penting, yang berdampak pada pemeliharaan jalan, penyediaan layanan publik, hingga pelestarian budaya. Lebih jauh lagi, pemilik villa ilegal kerap mengabaikan pedoman lingkungan, misalnya dalam pengelolaan sampah atau praktik konstruksi, yang dapat merusak lanskap Bali — salah satu aset paling berharga di pulau ini.

Dampak Sosial-Ekonomi dan Budaya

Banyak calon investor bertanya: “Apakah investasi villa menguntungkan?” Umumnya, ya, selama Anda menaati aturan, menghormati adat lokal, dan menjalankan usaha secara bertanggung jawab. Pertanyaan lain yang tak kalah sering: “Apakah membeli villa di Bali adalah investasi yang baik?” Jawabannya lagi-lagi bergantung pada kepatuhan terhadap kerangka hukum. Jika melanggar, villa tidak hanya merusak industri pariwisata lokal, tetapi juga abai terhadap warisan budaya pulau.

Budaya Bali sangat erat dengan alam sekitarnya, terlihat dari persembahan harian, upacara keagamaan, dan tradisi komunitas yang menitikberatkan harmoni dengan lingkungan. Bisnis ilegal kerap mengabaikan norma budaya ini, menimbulkan gesekan di tengah masyarakat. Beberapa warga mengeluhkan villa tak berizin yang menimbulkan polusi suara, tidak menyediakan ruang untuk upacara adat, atau melanggar ketentuan jarak dengan pura. Ketidakhormatan terhadap adat setempat semacam ini lambat laun dapat mengikis nilai spiritualitas Bali.

I Nyoman Giri Prasta, Wakil Gubernur Bali, menekankan pentingnya kesadaran lokal dan kedaulatan orang Bali: “Masyarakat Bali harus tetap menjadi tuan di tanah mereka sendiri.” Ia mendorong adanya mekanisme hukum yang lebih kuat agar investor asing yang berbisnis di Bali menaati aturan daerah. Sikap ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperketat regulasi terkait perjanjian nominee, yang kadang dipakai investor asing guna menghindari pembatasan kepemilikan lahan.

Data BVRMA menunjukkan bahwa villa ilegal kerap terkonsentrasi di kawasan yang paling banyak peminatnya, di mana persaingan sengit dan janji keuntungan cepat memicu perilaku melanggar etika. Meski begitu, villa-villa semacam ini menarik banyak wisatawan, namun minim kontribusi bagi komunitas atau perekonomian lokal. Di sisi lain, mitra investasi villa yang berizin resmi cenderung bekerja sama dengan pemasok lokal, mempekerjakan tenaga kerja setempat, dan membayar pajak semestinya — menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat bagi pertumbuhan ekonomi dan penghormatan budaya.

Tanggapan Pemerintah dan Langkah ke Depan

Melihat dampak merugikan dari properti ilegal, pemerintah provinsi Bali mengintensifkan penegakan aturan. Salah satu usulan utama adalah Perda Nominee, yang menargetkan warga negara asing yang memakai “nominee” lokal untuk menyembunyikan kepemilikan, sehingga menciptakan struktur bisnis bayangan. Wakil Gubernur I Nyoman Giri Prasta menegaskan, “Dengan regulasi ini, villa-villa tak berizin bisa ditindak.” Melalui undang-undang ini, investor asing harus jujur menyatakan kepentingan bisnis mereka, sementara pemerintah memiliki dasar hukum untuk menutup properti yang beroperasi secara ilegal.

Bali Villa Rental and Management Association juga berperan penting, mewadahi sekitar 70 perusahaan pengelola villa dengan lebih dari 1.000 properti. Organisasi ini membantu mengidentifikasi proyek mencurigakan, memantau kepatuhan usaha, dan bekerja sama dengan aparat demi memperlancar investigasi. Di bawah kepemimpinan I Kadek Adnyana, BVRMA selalu selaras dengan kebijakan resmi, berbagi informasi demi melindungi operator yang jujur dari persaingan tidak sehat.

Banyak pula yang menanyakan hal lebih umum: “Apakah membeli villa merupakan investasi yang bagus, khususnya untuk jangka panjang?” Jika dilakukan dengan cara tepat — mengurus perizinan, mematuhi hukum penataan ruang, dan menjaga lingkungan — kepemilikan villa dapat memberikan keuntungan yang signifikan. Pasar pariwisata Bali tetap kuat, didukung reputasi internasional dan arus pengunjung sepanjang tahun. Namun, mengakali peraturan berisiko tinggi, baik secara finansial maupun hukum.

Pejabat lokal mengimbau calon pembeli dan mitra investasi agar lebih waspada dan melakukan uji tuntas (due diligence) secara mendalam. Di banyak tempat, banjar (organisasi masyarakat) dan aparat kecamatan berwenang memeriksa proyek bangunan baru yang dicurigai. Para pemimpin desa juga bekerja sama dengan pemerintah daerah guna melaporkan aktivitas mencurigakan dan memastikan lahan pertanian tidak dialihfungsikan secara ilegal. Langkah-langkah tersebut adalah bagian dari strategi lebih luas untuk menjaga keseimbangan pariwisata, melestarikan kebudayaan, sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi.

Pada akhirnya, keberlanjutan sektor pariwisata di Bali bergantung pada daya tarik budaya, kesejahteraan komunitas, serta keindahan alamnya. Proyek investasi villa yang sesuai hukum mendukung keseimbangan ini dengan berkontribusi terhadap sumber daya lokal dan menaati peraturan. Sementara itu, villa ilegal mengganggu keharmonisan sosial, menghindari pajak, dan membahayakan masa depan Bali sebagai destinasi kelas dunia. Dengan penegakan aturan yang lebih ketat serta kolaborasi antara pemerintah, asosiasi seperti BVRMA, dan masyarakat, Bali berharap menemukan langkah bijak agar bisnis tetap berkembang tanpa mengorbankan warisan khas pulau tersebut.

Pengingat Penting bagi Calon Pembeli dan Penyewa

Jangan membeli villa ilegal. Untuk transaksi yang aman dan legal, beli atau sewa villa di Bali melalui Kibarer Property, yang telah diakui secara resmi dan dapat dipercaya. Seluruh layanan pengacara dan izin yang dibutuhkan untuk villa yang kami tawarkan sudah terjamin, sehingga Anda dapat menginap dengan rasa tenang. Dengan memilih properti yang mematuhi hukum, Anda turut melindungi budaya setempat, melestarikan lingkungan Bali, dan menjaga keberlanjutan masa depan semua pihak.