Forum Afrika-Indonesia 2024 baru-baru ini berakhir di Bali, yang mempertemukan para pemimpin dan pakar industri dari kedua kawasan. Poin-poin utama yang dibahas adalah tentang bagaimana inovasi dan ide-ide baru dapat diintegrasikan ke dalam berbagai sektor seperti pertanian, perdagangan, industri, dan pariwisata.

Salah satu hal yang menarik bagi sektor pariwisata Bali adalah kekayaan pengetahuan yang dimiliki oleh negara-negara Afrika tentang wisata konservasi. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Sandiaga Uno, menyoroti pentingnya belajar dari upaya konservasi Afrika. Ia mengatakan, “Apa yang dapat kita pelajari dari Afrika adalah wisata konservasi, jadi kami bertemu dengan Presiden Tanzania dan Aljazair, dan ternyata Aljazair adalah negara dengan jumlah bangunan era Romawi terbesar, lebih besar dari Italia.”

Menteri Uno menekankan bahwa Indonesia dapat mengambil inspirasi dari negara-negara Afrika yang telah berhasil mengubah warisan sejarah mereka menjadi objek wisata dan tempat pelestarian. Salah satu contoh yang paling mencolok adalah Tanzania, yang menghasilkan 30% pendapatannya dari pariwisata, sebagian besar berpusat pada wisata satwa liar. Menteri Uno mencatat, “30% ekonominya disumbangkan oleh pariwisata yang hanya berfokus pada melihat satwa.”

Sementara itu, Pulau Zanzibar, yang sering keliru disebut sebagai negara terpisah selama forum tersebut, memiliki banyak kesamaan dengan lanskap pariwisata Bali. Zanzibar, sebuah pulau di lepas pantai Tanzania, menghadapi manfaat dan tantangan dari perkembangan pariwisata yang pesat, mirip dengan yang terlihat di Bali.

Menteri Kelautan dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menunjuk Tanzania sebagai model pariwisata maritim dan ekonomi maritim. Ia mengusulkan kerja sama yang lebih kuat antara Bali dan Tanzania, termasuk pembentukan pulau saudara dan pusat pariwisata maritim. "Kita harus meningkatkan kerja sama di bidang pariwisata pesisir dan maritim," katanya kepada wartawan.

Ke depannya, sejumlah perjanjian baru akan ditandatangani antara Provinsi Bali dan Zanzibar untuk lebih mengembangkan pariwisata konservasi, pariwisata maritim, dan ekonomi biru. Kedua wilayah tersebut ingin melindungi lanskap mereka sekaligus mendorong pertumbuhan pariwisata.

Zanzibar, yang menghadapi risiko pariwisata berlebihan, telah memperkenalkan asuransi perjalanan wajib bagi pengunjung mulai 1 Oktober 2024. Semua wisatawan harus memperoleh perlindungan melalui Zanzibar Insurance Corporation (ZIC), yang memastikan mereka terlindungi selama keadaan darurat seperti evakuasi medis. Kebijakan baru ini mungkin memberikan pelajaran berharga bagi Bali, di mana keadaan darurat medis di antara wisatawan yang tidak memiliki asuransi telah menyebabkan tagihan yang sangat tinggi.

Dengan tujuan Indonesia untuk mempromosikan pariwisata yang lebih menghargai budaya dan berkelanjutan, kemitraan dengan negara-negara Afrika ini dipandang sebagai titik balik yang potensial bagi negara kepulauan tersebut. Khususnya bagi Bali, menemukan cara untuk melindungi lanskapnya sambil mendorong pariwisata berkualitas tinggi tetap menjadi prioritas utama.

Para pembuat kebijakan juga tengah mempersiapkan diri untuk memperkenalkan undang-undang yang mengatur alih fungsi lahan pertanian dan masyarakat untuk tujuan komersial dan pariwisata, sebuah langkah yang diyakini banyak pihak sangat penting untuk melindungi wilayah alam yang tersisa di pulau ini. Baru-baru ini, Bali juga menjajaki gagasan bandara terapung untuk meningkatkan konektivitas ke pulau-pulau kecil terdekat lainnya. Kolaborasi antara Bali dan Afrika menawarkan harapan untuk pendekatan yang lebih berkelanjutan dan bermartabat terhadap pariwisata di masa depan.

Dampaknya terhadap Pariwisata dan Pasar Sewa di Bali

Saat Bali mengambil pelajaran dari negara-negara Afrika tentang pariwisata berkelanjutan, sektor pariwisata pulau ini siap menghadapi perubahan signifikan, terutama di pasar real estat dan persewaan. Dengan fokus baru pada pariwisata konservasi, pergeseran ke arah praktik yang lebih ramah lingkungan dan menghargai budaya dapat memengaruhi wisatawan dan investor properti.

Bagi wisatawan yang ingin menyewa properti di Bali, hal ini dapat berarti peningkatan permintaan akan akomodasi yang selaras dengan alam. Lebih banyak vila di Bali yang mengadopsi desain ramah lingkungan dan praktik berkelanjutan untuk menarik minat semakin banyak pengunjung yang mencari pengalaman perjalanan yang bertanggung jawab. Dengan semakin meningkatnya penekanan pada pariwisata berkelanjutan, Vila Bali yang disewakan yang terletak di dekat kawasan lindung atau objek wisata alam dapat mengalami peningkatan nilai dan permintaan.

Pada saat yang sama, arah baru ini juga dapat berdampak pada mereka yang ingin beli villa di Bali. Seiring dengan meningkatnya upaya konservasi, kawasan yang dulunya menjadi target pembangunan pariwisata komersial atau massal kini mungkin menghadapi peraturan yang lebih ketat. Perubahan ini dapat menciptakan pendekatan yang lebih stabil dan berjangka panjang terhadap real estate Bali, dengan memprioritaskan properti yang menyatu dengan lingkungan setempat dan berkontribusi pada pelestarian keindahan alam Bali.

Meningkatnya kesadaran akan konservasi dan pariwisata berkelanjutan dapat mengarah pada preferensi terhadap properti yang tidak hanya mewah, tetapi juga ramah lingkungan. Baik investor maupun pengunjung dapat menemukan daya tarik yang lebih besar di lokasi yang menekankan kehidupan ramah lingkungan, yang berpotensi meningkatkan nilai real estat Bali di area ini.

Karena sektor pariwisata dan real estate selaras dengan tujuan konservasi Bali, reputasi pulau ini sebagai tujuan wisata global utama dapat semakin menguat, tidak hanya memberi manfaat bagi wisatawan tetapi juga masyarakat lokal dan lanskap alam.